Judul : KEMI: Cinta Kebebasan
Yang Tersesat
Pengarang : Adian Husaini
Tahun
Terbit : 2010
Penerbit :
Gema Insani
Tebal
: 316 Halaman
Keputusan Kemi telah bulat untuk
meninggalkan pesantren Minhajul Abidin. Dengan berbekal amanat Kyai Rais,
sebuah nasihat agar memilih-milih teman dalam perantauan, Kemi pergi dengan
meninggalkan teka-teki tentang motif kepergiannya. Kemi yang dulu membanggakan
sistem pendidikan pesantren dan mengkritik sistem pendidikan formal di
perguruan tinggi, kini justru berbalik. Kemi termakan tawaran Farsan yang juga
alumnus pesantren Minhajul Abidin yang kini telah menjadi aktifis liberal. Tak
butuh waktu lama, di Institut Studi Lintas Agama, tempat dimana Kemi kuliah, pemikiran
Kemi mulai beradaptasi dengan konsep kebebasan, dan kesetaraan gender.
Kemi dan Rahmat -sahabatnya ketika di
pondok- itu tetap menjalin silaturahim meski harus terpisah oleh ruang. Namun tak
bisa dipungkiri, ideologi mereka sudah berbeda. Kemi kini menamakan dirinya
muslim liberalis, dan Rahmat tetap setia pada Islam yang Rahmatan lil alamin.
Dari saling berkomunikasi itulah Kemi akhirnya
menantang Rahmat agar bergabung dengan kelompoknya untuk membuktikan bahwa ia
mampu bertahan dengan pendapatnya, meskipun bergaul dengan berbagai golongan
agama. Rahmat pun menyanggupi setelah memohon pertimbangan dari Kyai Rais. Tak
tanggung Kyai Rais telah mempersiapkan strategi untuk membuat Kemi kembali dengan
perantara Rahmat. Rahmat dituntut untuk menguasai berbagai pemikiran liberalis
dari berbagai buku agar bisa menandingi gagasan dari kaum liberalis yang telah
dilatih dengan keras untuk berani mengungkapkan pemikirannya melalui media
massa.
Menginjakkan kaki di Universitas Damai
Sentosa, Rahmat mulai menelaah aplikasi konsep kesetaraan gender dimana Kemi
begitu bebasnya mencandai teman perempuanya, Siti. Perempuan berkerudung tapi
berbaju ketat ini sebenarnya anak seorang ulama di Jawa Barat. Namun orang
tuanya tak mengetahui jika Siti selama ini menjadi aktifis liberal. Siti dan
Roman, teman Kemi juga, begitu heran saat Kemi mengatakan bahwa Rahmat yang
bukan santri biasa itu akan bergabung dengan mereka.
Rahmat langsung mengikuti kegiatan
kampus. Di kelas Profesor Malikan terus bicara mengenai konflik antar umat
beragama di Indonesia. Rahmat menyimak dengan baik semua pernyataan Prof.
Malikan. Meskipun Rahmat seorang santri, namun ia sudah paham akan logika
liberal yang tengah dimainkan dosennya itu. Disela-sela pembicaraan terjadi perbantahan
antara Rahmat dan Prof. Malikan. Rahmat anak kampung yang baru hari itu secara
resmi menjalani kuliah benar-benar berani telah “menguliti” logika-logika Prof.
Malikan hingga seolah sang dosen tak berkutik lagi.
Kesan sebagai pemuda yang pandai, berani
dan dapat dipercaya itulah yang mengantarkan Siti pada sebuah pengakuan bahwa
Siti ingin bertobat. Siti tengah dilanda dilema. Siti menyadari bahwa dirinya
telah berdosa pada orang tuanya dan umat Islam karena telah menyebarkan
pemikiran-pemikiran yang salah. Namun disisi lain rasanya Siti tak mampu keluar
dari keadaan, ia telah terjerat. Dan kini siti meminta Rahmat untuk membantunya
bertobat. Rahmat tidak menolaknya. Justru ini adalah kesempatan emas bagi Rahmat
untuk melacak lebih dalam siapa Siti dan siapa saja orang dibalik semua ini.
Tingkah Rahmat tak hanya berhenti pada
membuat Prof. Malikan tak berkutik di depan mahasiswa. Namun Rahmat juga
membantah habis-habisan pemikiran dari Kyai Dulpikir yang menurut dia telah sembarangan
dalam menafsirkan Al Qu’ran dan telah memfitnah Ulama. Hingga akhirnya kabar
yang menghebohkan media masa itu pun muncul bahwa Kyai Dulpikir Meninggal dunia
beberapa saat setelah berdebat dengan Rahmat dikarenakan serangan jantung.
Kejadian ini menandai hampir berhasilnya misi Kyai Rais dan Rahmat. Nyawa
Rahmat terancam, Kyai Rais meminta Ahmad Petuah, redaktur Koran Indonesia Jaya
untuk mengamankan Rahmat di kantornya.
Ditempat lain Kemi berada pada posisi
terancam. Misi Kemi untuk menjebak Rahmat sudah gagal. Disini Kemi baru
menyadari jika selama ini dirinya, Siti, dan Farsan hanya dimanfaatkan oleh sindikat kriminal pembobol dana
asing untuk proyek ‘penjinakan islam’ yang tengah dilancarkan Negara-negara
barat melalui para intelektual studi islam agar proyek itu diterima oleh umat Islam
guna liberalisasi di Indonesia. Dan sebagai ganjarannya, Kemi dipukuli hingga
pingsan oleh beberapa “teman”nya yang ternyata juga anggota sindikat tersebut.
Inilah
akhir dari kisah mereka. Sindikat pembobol dana asing tersebut telah ditangani
pihak berwajib. Kemi berakhir di Rumah Sakit Jiwa, karena ia telah kehilangan
hampir semua memori di otaknya. Siti yang terpesona oleh kesalehan dan kecerdasan
Rahmat, akhirnya sadar dan bertobat, kembali ke orang tua dan pesantrennya.
Namun kecintaan Siti dan Rahmat pada dunia pendidikan dan dakwah membawa mereka
pada keputusan pahit: sepakat untuk berpisah dan tidak mengikatkan diri dalam
satu tali perkawinan, meskipun mereka saling mencinta.
nantikan sinopsis serial kedua dari KEMI ya ..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar