Jumat, 02 Mei 2014

Sinopsis "Mengenal Al Ghazali"



Judul                 : Mengenal Al Ghazali for teens
Penulis               : Himawijaya
Penerbit             : Mizan
Cetakan             : 1, 2004
Tebal                 : 183 Halaman

Al Ghazali, merupakan tokoh yang banyak dikenal di dunia Islam bahkan di kalangan ilmuan barat. Namun Al Ghazali juga merupakan tokoh kontroversial. Sufi yang dikenal dengan nama latin Algazel ini terkenal sebagai sufi yang anti filsafat melalui kitab karyanya Tahafutul Falasifah (Kerancuan Filsafat). Kontroversi seputar karya-karya Al Ghazali adalah pada penggunaan hadis-hadis lemah, dhaif, bahkan palsu. Terlepas dari kontroversi terhadap karya-karyanya, Al Ghazali telah berhasil dalam beberapa hal , terutama memunculkan tasawuf  bersyariat.
Al Ghazali mempunyai nama lengkap Abu Hamid Al Ghazali. Ia lahir di Thus, Persia (wilayah Iran sekarang), pada 1058 M, dari keluarga sederhana, Ayahnya meninggal saat ia dan adik laki-lakinya, Ahmad, masih kanak-kanak. Sebelum wafat, ayahnya berwasiat kepada sahabatnya, seorang sufi agar mendidik kedua anaknya dengan pengetahuan agama. Tapi kekayaan ayahnya tak terlalu banyak. Sedangkan sang sufi tak mampu lagi membiayai mereka. Sehingga, Al ghazali yang saat itu berumur tujuh tahun, beserta adiknya, melanjutkan pendidikannya ke madrasah hingga akhirnya Al ghazali pergi ke Jurjan untuk mempelajari fiqh selama 5 tahun. Al Ghazali kemudian melanjutkan studinya ke Madrasah Nizamiyah di Nisyapur untuk belajar ilmu Kalam, Filsafat, Logika, dan Dialektika setelah sebelumnya selama tiga tahun tinggal di kota kelahirannya untuk mengendapkan ilmu yang telah ia dapat. Al Ghazali lalu memutuskan pergi menuju kampus Nizamul Al-Mulk. Setelah enam tahun tinggal akhirnya dia ditawari jabatan guru besar di pusat Madrasah Nizamiyah di Baghdad. Semenjak itu Al Ghazali memilki reputasi yang bagus sebagai seorang guru besar di bidang ilmu keagamaan dan sebagai penulis. Pada usianya ke-38, Al Ghazali mengalami krisis spiritual. Ia berusaha mencari apa itu “kebenaran yang hakiki”. Ia meragukan fungsi akal seperti yang selama ini ia jumpai penggunaannya di kalangan ahli kalam dan para filsuf dalam menggapai kebenaran  tentang Tuhan. Al Ghazali jatuh sakit dan berhenti dari kegiatan mengajar, akhirnya ia memutuskan untuk mengembara. Melalui pengembaraan itulah Al Ghazali berkenalan dengan tasawuf dan menulis Ihya’ Ulumuddin. Setelah sepuluh tahun pengembaraan pada tahun 1104 M ia kembali ke Baghdad untuk tetap mengajar dan menulis dengan cara hidup sebagai seorang sufi. Hingga akhirnya ia wafat di kota kelahirannya pada bulan desember 1111 M.
Tasawuf  merupakan jalan yang paling benar dalam menggapai kebahagian hakiki menurut perspektif Al Ghazali. Menurutnya, jalan yang ditempuh oleh para sufi adalah jalan “pengalaman”, merasakan bagaimana lezatnya beragama, merasakan pertemuan dan kedekatan dengan Allah. Bukan seperti para ahli kalam yang berkutat dengan logika dalam membuktikan adanya Allah. Sehingga yang menjadi kunci tasawuf adalah batin. Hal itu selaras dengan konsep utama tasawuf yakni man’arafa nafsahu faqad ‘arafa rabbahu, barang siapa mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya. Sedangkan langkah pertama menuju pengetahuan tentang diri adalah menyadari bahwa diri terdiri atas dua bagian yakni jasad dan nafs atau jiwa.
Al Ghazali adalah seorang yang telah berjasa meletakkan kembali tasawuf dalam pagar syariat, menerangkan secara gamblang hubungan antara keduanya. Tidak seperti anggapan tentang tasawuf selama ini bahwa mereka yang telah mencapai hakikat tak lagi membutuhkan syariat. Ia telah membawa ajaran tasawuf yang berbasis syariat.
Tasawuf dalam memandang dunia hanyalah sebagai hal yang memiliki nilai rendah yang dapat mempengaruhi hati untuk lalai dari tujuan akhir yaitu akhirat. Sedangkan tasawuf dalam memandang Iman menurut Al Ghazali mempunyai tiga tingkatan. Tingkatan pertama, keimanan orang awam yang bersandar pada taklid semata. Tingkat kedua, Iman mutakallimin yaitu keimanan seperti para ahli kalam dan filsuf yang di dasarkan pada logika. Tingkat ketiga, imannya orang arifin, yakni menyaksikan apa yang dipercayainya secara langsung.
Semua yang telah Al Ghazali paparkan tak hanya sekedar ilham yang diperoleh secara singkat, namun melalui proses pencarian kebenaran yang hakiki. Berangkat dari sebuah keraguan akan ajaran-ajaran yang ada, Al Ghazali menelaahnya satu persatu hingga akhirnya ia sampai pada kesimpulan bahwa tasawuf adalah jalan yang paling benar. Sedangkan cara manusia untuk mencapai pengetahuan yang benar (epistemology) dapat melalui beberapa perangkat. Diantaranya adalah indra dan logika. Namun disisi lain, agama banyak melibatkan hal-hal non fisik yang tidak mudah untuk dijelaskan secara logika. Sehingga Al Ghazali menyimpulkan bahwa pengetahuan tentang segala sesuatu, Allah, kenabian, dan alam gaib hanya bisa dilihat dan dirasakan oleh batin.

Semenjak dulu cara pandang terhadap  manusia itu terbagi menjadi dua. Golongan pertama beranggapan bahwa esensi manusia bukanlah pada tubuh, melainkan pada jiwanya. Golongan kedua beranggapan bahwa esensi manusia justru terletak pada tubuhnya. Sedangkan Al Ghazali termasuk dalam golongan pertama yang berfokus masalah batin manusia. Aspek batin menjadi bagian dari spiritualitas yang sebenarnya dari manusia. Karena spiritual sendiri menunjukkan suatu keadaan yang tidak bisa diindrai oleh tubuh kita yang hanya bisa dirasakan oleh hati. Hati menurut perspektif Al Ghazali merupakan perasaan jiwa yang arahnya kepada pengetahuan tentang Allah. Meskipun dalam struktur diri manusia, letak hati berada di persimpangan antara alam dimana terdapat dengan jelas petunjuk mengenai Allah dan alam yang mengarah kepada jasad. Sekarang tinggal bagaimana manusia senantiasa membersihkan hati agar ilham yang terbaca adalah berasal dari petunjuk Allah, agar tingkah laku yang diatur oleh hati pun menjadi baik.
Dalam literatur tasawuf, antara Allah dan manusia terdapat hijab-hijab berupa tingkatan alam. Bila para Sufi memisalkan Allah sebagai sumber cahaya, maka akan menimbulkan intensitas cahaya yang berbeda mulai dari yang paling gelap hingga mendekati terang. Dunia atau alam kebendaan adalah alam yang paling gelap, disebut dengan Alam Al-Mulk wa Al-Syahadah. Yang paling terang adalah alam ruh. Sedangkan pertengahannya adalah alam malakut.
Alam malakut merupakan alam dimana pengalaman spiritual manusia terjadi seperti mimpi bertemu dengan para wali dan para Nabi. Terbukanya alam malakut bisa dalam keadaan tidur atau terjaga. Namun dalam keadaan terjaga alam malakut akan lebih sulit terbuka kecuali jika hati sudah benar-benar kosong dari semua hal kecuali Allah SWT.
Alam syahadah disebut juga sebagai penghalang dan hijab bagi manusia dalam menempuh perjalanan menuju Tuhannya, sekaligus ia menjadi tangga yang mengantarkan kesadaran kepada pemahaman terhadap Allah melalui ayat-ayat atau tanda-tanda kebesaranNya yang telah terbentang diseluruh alam semesta ini, meskipun di alam syahadah ini jejak Allah tak begitu nyata jika dibandingkan dengan alam malakut. Karena alam syahadah adalah salinan tak sempurna dari alam malakut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar